Citra Satelit Ungkap Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Sungai Palangki, Diduga Jadi Biang Keruhnya Air Sungai

GLADIATOR
0

SIJUNJUNG, SUMBAR | Aktivitas pertambangan emas ilegal (PETI) di Sungai Batang Palangki, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, kini menjadi sorotan publik setelah citra satelit Google Earth menunjukkan gambaran jelas kerusakan sungai dan aktivitas pengerukan yang masif. Kegiatan tambang yang terpantau hanya beberapa ratus meter dari pusat pemerintahan Kabupaten Sijunjung ini dinilai berpotensi melanggar hukum berat dan menimbulkan krisis ekologis, Muaro Sijunjung Senin Pagi 04 Agustus 2025.

Dari hasil pengamatan citra udara, terlihat tumpukan material, kolam endapan, dan aktivitas alat berat di sepanjang aliran Sungai Palangki yang melintasi area hutan, permukiman, dan kawasan dekat Kantor Bupati Sijunjung, Gedung Joang 45, serta taman kota. Kondisi air sungai tampak sangat keruh, berwarna coklat pekat, dan berbeda kontras dengan aliran sungai sekitarnya.

Seorang warga Sijunjung, Mzk (48), menyatakan keresahannya melihat kondisi ini.

“Ini bukan lagi sekadar pencemaran ringan. Tambang ilegal ini jelas-jelas merusak sungai dan kehidupan masyarakat. Kami bisa lihat sendiri dari Google Earth—tambangnya ada di mana-mana. Pemerintah harus turun tangan,” ungkap Mzk, Sabtu (02/08/2025).

Prof. Anul Zufri: Aktivitas Tambang Melanggar Hukum Nasional dan Prinsip Tata Kelola Lingkungan

Sorotan juga datang dari kalangan akademisi. Prof. Anul Zufri, pakar hukum lingkungan dari ASEAN University Malaysia, menyatakan bahwa aktivitas pertambangan ilegal di Sungai Palangki tidak hanya bertentangan dengan hukum nasional, tetapi juga mencerminkan kelalaian serius dalam penegakan prinsip negara hukum.

“Apa yang terlihat dalam citra satelit tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap hukum pertambangan dan lingkungan hidup di Indonesia. Pemerintah daerah tidak bisa berdalih tidak tahu. Kegiatan ini jelas terlihat dan terorganisir,” ujar Prof. Anul Zufri saat dihubungi redaksi, Senin (04/08/2025).

Menurut Prof. Zufri, terdapat sejumlah peraturan yang telah dilanggar oleh pelaku PETI, antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di mana setiap orang yang melakukan pertambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
  • UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyebutkan bahwa setiap tindakan yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dengan sengaja dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 10 tahun dan denda Rp10 miliar.


“Hukum bukan hanya untuk ditulis, tapi untuk ditegakkan. Jika pemerintah daerah atau pusat membiarkan ini terus terjadi, maka negara turut serta dalam kejahatan lingkungan melalui pembiaran,” tegas Prof. Zufri.

Desakan Warga untuk Penindakan Tegas dan Operasi Gabungan

Warga Sijunjung menilai bahwa keberadaan tambang ilegal sudah berlangsung cukup lama dan terlihat makin meluas dari tahun ke tahun. Tidak hanya merusak sungai, aktivitas PETI juga mengganggu kualitas udara dan ketenangan warga karena penggunaan mesin tambang yang bising dan polusi dari solar serta bahan kimia.

“Kami butuh tindakan nyata, bukan hanya wacana. Jangan tunggu sungai ini mati baru aparat bergerak. Jika perlu, bentuk operasi gabungan lintas instansi dan tindak semua yang terlibat,” ujar Mzk lagi.

Catatan Redaksi:

Laporan ini berdasarkan pengamatan citra satelit, keterangan warga, serta pandangan akademik dari pakar hukum lingkungan. Hingga berita ini dirilis, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kabupaten Sijunjung, aparat kepolisian, maupun Dinas Lingkungan Hidup setempat. Redaksi akan terus memantau perkembangan dan menindaklanjuti laporan ini sebagai bagian dari komitmen jurnalisme lingkungan yang bertanggung jawab.

Tim

Bersambung.....

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)